Jumat

Alkitab Dan Pengelolaan Uang

  Terdapat dua sistem ekonomi yang beroperasi di dunia: perekonomian
  Allah dan sistem-sistem perekonomian yang manusia temukan. Firman
  Tuhan mewahyukan sejumlah besar perekonomian Allah secara detail.

  Banyak orang yang cara menangani keuangannya bertentangan dengan
  prinsip-prinsip keuangan Allah. Di dalam ekonomi Allah, Tuhan yang
  hidup memainkan peranan utama. Sedangkan, bagi sejumlah orang, sulit
  untuk memikirkan bahwa Allah terlibat dalam keuangan kita. Hal ini
  dikarenakan Allah telah memilih untuk menjadi Pribadi yang tidak
  kasat mata dan bergerak dalam alam adikodrati yang tidak terlihat.

  Dalam Alkitab, ada lebih dari 2.350 ayat mengenai cara menangani
  uang dan benda. Yesus Kristus berbicara tentang topik uang lebih
  banyak dari pada lainnya. Tuhan kita menyampaikan masalah uang ini
  secara konsisten dengan 3 alasan.

  1. Cara kita menangani uang memengaruhi persekutuan kita dengan
     Tuhan.

     Yesus membuat perbandingan antara cara kita menangani uang kita
     dengan kualitas kehidupan rohani kita. Dalam Lukas 16:11 (BIS),
     Ia berkata, "Jadi, kalau mengenai kekayaan dunia ini kalian sudah
     tidak dapat dipercayai, siapa mau mempercayakan kepadamu kekayaan
     rohani?" Bila kita menangani uang kita dengan tepat sesuai dengan
     prinsip-prinsip firman Tuhan, kita akan bertumbuh semakin intim
     dengan Kristus. Akan tetapi, jika kita tidak setia dengan hal
     itu, persekutuan kita dengan Dia akan berantakan.

     Hal ini diilustrasikan lewat perumpamaan tentang talenta. Sang
     tuan memberikan selamat kepada hamba yang telah mengatur keuangan
     dengan setia: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
     dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan
     memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara besar. Masuklah
     dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu." (Matius 25:21) Pada saat
     kita menangani uang dengan cara Allah, kita memperoleh kesempatan
     untuk masuk dalam sukacita yang lebih lagi dari suatu keintiman
     hubungan dengan Tuhan kita. Yang menyedihkan, ini adalah suatu
     kebenaran yang gagal ditangkap oleh banyak orang.

  2. Harta benda bersaing dengan Tuhan untuk menduduki tempat pertama
     dalam hidup kita.

     Uang adalah kompetitor utama Kristus, dalam hal siapakah yang
     akan menjadi tuan dalam kehidupan kita. Yesus mengatakan bahwa
     kita harus memilih hanya melayani satu dari tuan ini. "Tidak
     seorang pun dapat bekerja untuk dua majikan. Sebab ia akan lebih
     mengasihi yang satu daripada yang lain. Atau ia akan lebih setia
     kepada majikan yang satu daripada kepada yang lain. Begitulah
     juga dengan kalian. Kalian tidak dapat bekerja untuk Allah dan
     untuk harta benda juga." (Matius 6:24, BIS) Mustahil bagi kita
     untuk melayani uang -- bahkan walaupun itu dalam jumlah kecil --
     dan masih tetap melayani Tuhan.

     Waktu tentara salib diserang pada sekitar abad ke-12,
     tentara-tentara salib ini menyewa tentara bayaran untuk berperang
     bagi mereka. Karena itu adalah perang agama, para tentara bayaran
     tersebut dibaptis sebelum berperang. Pada saat mereka dibaptis,
     mereka akan mengacungkan pedang mereka dan mengangkatnya di
     atas air sebagai lambang bahwa Yesus Kristus tidak memiliki
     kendali atas pedang mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk
     menggunakan senjata mereka sebagaimana yang mereka kehendaki.

     Walaupun tidak segamblang apa yang terjadi dengan para tentara
     itu, banyak orang hari-hari ini yang menangani uang mereka dengan
     gaya yang serupa. Sejumlah orang mengacungkan dompet mereka "di
     atas air", yang maksudnya adalah berkata, "Tuhan, Engkau boleh
     menjadi Tuhan atas seluruh kehidupanku, kecuali dalam area
     uang -- saya sepenuhnya sanggup menanganinya sendiri."

  3. Sebagian besar kehidupan berkisar tentang penggunaan uang.

     Tuhan begitu banyak berbicara tentang uang karena Ia tahu bahwa
     sebagian besar kehidupan kita berkisar tentang penggunaannya.
     Sepanjang minggu normal yang Anda jalani, seberapa banyak waktu
     yang Anda habiskan untuk menghasilkan uang lewat pekerjaan Anda,
     membuat keputusan-keputusan bagaimana Anda akan menggunakan uang,
     memikirkan tentang di manakah Anda akan menabung dan
     menginvestasi uang, atau berdoa tentang persembahan/pemberian?
     Syukurlah, Allah telah menyiapkan kita dengan memberikan Alkitab
     kepada kita sebagai peta jalan bagi kehidupan.

  Pembagian Tanggung Jawab

  Seorang sahabat, Jim Seneff, meminta saya untuk bergabung bersamanya
  dalam pelajaran Alkitab untuk menemukan apa saja yang Tuhan katakan
  tentang penanganan uang. Kami membaca seluruh Alkitab,
  mengidentifikasi 2.350 ayat, kemudian mengaturnya sesuai dengan
  topik.

  Ada 4 alasan rohani utama mengapa Alkitab berbicara begitu banyak
  tentang uang: bagaimana cara kita menangani uang akan berdampak pada
  persekutuan kita dengan Tuhan, yang adalah kompetitor utama dengan
  Kristus dalam hal ketuhanan dalam kehidupan kita dan uang membentuk
  karakter-karakter kita. Alasan lainnya adalah karena Tuhan
  menghendaki kita untuk memiliki cetak biru, sebuah peta jalan, dan
  untuk menangani uang, sehingga kita secara keuangan dapat menjadi
  setia dengan cara-cara yang sangat sederhana.

  Kami tidak hanya tercengang dengan kenyataan betapa mudah
  diterapkannya firman Tuhan dalam area ini, tapi juga menemukan
  pembagian tanggung jawab dalam menangani uang kita. Secara sederhana
  dapat dikatakan, Allah memilki bagian-Nya, dan kita memiliki bagian
  kita.

  Allah memiliki tanggung jawab tertentu dan telah memberi tanggung
  tanggung jawab-Nya yang lainnya kepada kita. Kita sering kali
  mengalami frustrasi ketika menangani uang karena tidak menyadari
  manakah tanggung jawab kita dan manakah yang bukan tanggung jawab
  kita.

  Delapan Area Tanggung Jawab Kita

  1. Hutang: hindari hutang
  2. Nasihat: carilah nasihat
  3. Kejujuran: praktikkan kejujuran
  4. Memberi: memberi dengan murah hati
  5. Pekerjaan: kerja keras
  6. Investasi: menabung secara konsisten
  7. Perspektif: membelanjakan dengan bijaksana
  8. Kekekalan: hidup untuk kekekalan

  Kesetiaan Adalah Sebuah Perjalanan

  Kesetiaan dalam perkara-perkara kecil adalah hal yang mendasar.
  Sejumlah orang merasa frustasi dengan ketidakmampuan dalam
  menyelesaikan masalah-masalah keuangan mereka dengan cepat. Ingat,
  setialah saja dengan apa yang telah Anda miliki -- baik itu sedikit
  maupun banyak. Sejumlah orang menyingkirkan tujuan untuk bebas dari
  hutang atau meningkatkan tabungan mereka atau memberi, karena
  tugas-tugas itu nampaknya tidak mungkin. Dan itu mungkin saja --
  tanpa pertolongan Tuhan. Tugas Anda adalah untuk berusaha dengan
  setulusnya, tidak peduli seberapa kecilnya itu terlihat dan kemudian
  membiarkan hasil-hasilnya di tangan Allah. Saya suka sekali dengan
  apa yang Tuhan katakan kepada nabi Zakharia, "Sebab siapa yang
  memandang hina hari peristiwa-peristiwa kecil?" (Zakharia 4:10)
  Jangan patah semangat. Tetaplah rajin. Tetaplah tekun. Tetaplah
  setia bahkan dalam perkara-perkara yang paling kecil. Berulang kali
  kami telah melihat bahwa Tuhan memberkati mereka yang mencoba untuk
  setia.

  Memulai Perjalanan

  Anda akan menemukan bahwa mempelajari dan mengaplikasikan
  prinsip-prinsip keuangan Allah adalah sebuah perjalanan yang memakan
  waktu. Mudah sekali untuk menjadi patah semangat saat keuangan Anda
  pada akhir pelajaran ini tidak sepenuhnya berada di bawah kendali.
  Ketika kita mempelajari tanggung jawab-tanggung jawab Allah dan
  melakukan tanggung jawab kita dengan setia, kita dapat mengalami
  rasa puas, pengharapan, dan kepercayaan diri akan masa depan
  keuangan kita.

  Diambil dan disunting dari:
  Judul buku: Pelajaran Keuangan Menurut Alkitab
  Penulis: Howard Dayton
  Penerjemah: Tim Crown Financial Ministries Indonesia
  Penerbit: Crown Financial Ministries Indonesia, Jakarta
  Halaman: 9 -- 10, 72
______________________________________________________________________
- DUNIA WANITA 2

                       KEKAYAAN DAN KEDEWASAAN

    Uang adalah sebuah aspek penting dalam hidup, dan seluruh
    hidup itu bersifat rohani. Pemisahan antara yang sakral dan
    yang sekuler itu tidak benar. Kita dapat memuliakan Allah
    dengan uang kita dan kita dapat menikmati uang dengan ucapan
    syukur. Kita harus selalu mensyukuri pemeliharaan Allah.

  Kita adalah makhluk jasmani rohani yang hidup dalam sebuah dunia
  materi. Allah menciptakan kita dengan sifat-sifat jasmani dan
  rohani. Tubuh kita terdiri dari materi dan ditunjang oleh materi.
  Materi adalah suatu aspek dasar kehidupan yang tidak mungkin
  diabaikan. Dunia materi sekarang ini mungkin bersifat sementara,
  tetapi Alkitab tidak menunjukkan bahwa materi itu sesuatu yang
  rendah nilainya. Jadi materi adalah satu bagian dari hidup kita yang
  penting, utama, dan tetap.

  Apabila falsafah kita tentang dunia materi tidak seimbang dengan
  sifat alami kita seperti yang diciptakan Allah dan dunia seperti
  yang diciptakan Allah, maka akan timbul masalah-masalah serius.
  Alkitab memberi petunjuk yang memadai untuk mengembangkan suatu
  falsafah yang seimbang tentang harta kekayaan.

  Uang mewakili hal-hal materi. Sebagai alat penukar dan penyimpan
  nilai, uang mempermudah penanganan kita akan harta kekayaan. Jadi,
  uang merupakan satu masalah yang mendasar dan umum bagi manusia.
  Dikatakan bahwa rata-rata 50 persen dari hidup kita berhubungan
  dengan uang. Hal ini berarti bahwa 50 persen waktu, perhatian,
  kekuatan mental, emosi, percakapan, keberhasilan, kegagalan, masalah
  kita -- 50 persen dari hidup kita. Itulah sebabnya Alkitab begitu
  banyak berbicara tentang uang: siapa yang menyediakannya bagi kita,
  bagaimana cara yang harus kita tempuh untuk mendapatkannya, dan cara
  yang justru tidak boleh kita tempuh untuk mendapatkannya, apa yang
  seharusnya kita lakukan dengannya, masalah-masalah dan
  kesempatan-kesempatan berkenaan dengannya, dan akhirnya -- dan yang
  paling penting bagaimana seharusnya sikap kita terhadap uang.

  Tahap-Tahap Kebutuhan

  Dr. Abraham Maslow, seorang ahli ilmu jiwa, berbicara tentang
  tingkat-tingkat kebutuhan yang bermula dengan tuntutan-tuntutan
  badaniah yang dasar, kemudian keselamatan dan keamanan, kasih dan
  pengakuan, dan akhirnya kesadaran akan potensi dan harga diri. Bagi
  orang-orang Kristen, setiap tahapan ini dipengaruhi dan diubah oleh
  hubungan kita dengan Allah dan Kerajaan-Nya. Kesadaran akan potensi
  diri akan sangat berbeda di dalam Kerajaan Allah daripada di
  luarnya, tetapi tahap-tahap itu masih tetap berlaku.

  Maslow membuktikan bahwa tahap-tahap kebutuhan yang lebih rendah
  harus dipenuhi lebih dulu sebelum seseorang dapat meningkat ke tahap
  yang lebih tinggi. Hal ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa
  Yesus meletakkan kesejahteraan rohani kita pada tahapan dasar:
  "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya" (Matius
  6:33). Di sini Yesus berbicara tentang majikan kita yang utama --
  apakah itu Allah atau uang -- dan dasar kepercayaan kita, sikap,
  serta motivasi hidup kita. Ia selanjutnya berjanji bahwa sementara
  kita menetapkan urutan prioritas yang tepat, semua tahap kebutuhan
  hidup kita akan dipenuhi. Apabila kita merasa bahwa landasan rohani
  yang teguh memperkuat seluruh kehidupan sudah kita temukan, kita
  masih harus menghadapi kenyataan analisis Maslow. Kita masih harus
  menjalani semua tahap kehidupan, termasuk materi. Menempatkan
  Kerajaan Allah dalam prioritas utama adalah langkah awal, tetapi
  Matius 6:33 tidak menghapuskan banyak ajaran Alkitab mengenai
  hal-hal materi.

  Sebagian dari aspek ekonomi dalam kehidupan terutama berkenaan
  dengan tahap-tahap dasar Maslow, yaitu kebutuhan-kebutuhan badani
  dan keamanan. Pemenuhan tahap-tahap yang lebih maju mungkin bisa
  diperluas atau disimpangkan oleh falsafah ekonomi seseorang.
  Seseorang mungkin mencoba membeli kasih dan penghargaan dengan uang,
  yang lain mungkin merasa tidak berharga mungkin karena kegagalan
  ekonomi. Uang yang terkumpul mungkin disamakan dengan kesadaran akan
  potensi dan harga diri. Sebaliknya, kemurahan hati dapat
  memperlihatkan kasih dan membawa ke arah kesadaran akan potensi diri
  dalam melayani orang-orang lain. Tetapi yang saya maksudkan di sini
  adalah bahwa apabila tahap-tahap kebutuhan yang pertama belum
  terpenuhi, kita tidak mungkin menyadari sepenuhnya potensi kita pada
  tahap-tahap yang lebih tinggi. Apabila aspek-aspek keuangan masih
  merupakan persoalan pokok kita maka kita tidak akan pernah bebas
  untuk memusatkan perhatian pada aspek-aspek hidup dan pelayanan yang
  lebih maju.

  Mengendalikan Finansial

  Allah menghendaki agar kita secara dinamis dapat mengendalikan aspek
  keuangan dari hidup kita, artinya agar kita merdeka. "Jadi apabila
  Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka!" (Yohanes
  8:36). Seorang Kristen dapat memiliki kebebasan finansial dalam arti
  yang murni, tetapi bukan dalam arti yang biasa digunakan untuk
  menunjukkan banyaknya uang. Sesungguhnya, kebebasan dalam aspek
  keuangan tidak banyak hubungannya dengan jumlah uang yang kita
  miliki, tetapi dengan sikap kita terhadap uang, penggunaan yang
  tepat serta berdisiplin terhadap apa yang kita miliki, dan pemahaman
  kita, serta ketaatan kepada ajaran-ajaran Alkitab tentang uang dan
  harta kekayaan. Kebebasan ini meliputi beberapa hal.

  1. Kebebasan dari kekhawatiran dan perhatian yang terus-menerus
     tentang kekayaan.
  2. Kebebasan dari perbudakan oleh hal-hal materi.
  3. Kebebasan untuk menggunakan harta kekayaan untuk maksud kekal.
  4. Kebebasan untuk menikmati pemeliharaan Allah tanpa diperbudak
     oleh materialisme.

  Banyak orang Kristen yang begitu berusaha menghindari materialisme
  sehingga mereka tidak dapat menikmati kebebasan-kebebasan yang
  positif. Perasaan apa yang segera muncul pada saat Anda mendengar
  kata "uang"? Biasanya yang muncul ialah rasa khawatir, risau, rasa
  bersalah, dan keinginan untuk memiliki. Seharusnya perasaan itu
  diganti dengan sukacita, pujian, dan ucapan syukur! Sayang apabila
  kita memiliki perasaan-perasaan positif ini, sering kali kita justru
  cenderung menekannya. Entah bagaimana perasaan-perasaan tersebut
  tampaknya "materialistis" bagi kita. Kita lupa bahwa "Allah yang
  dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk
  dinikmati (1 Timotius 6:17). Paulus mengatakan hal itu dalam kaitan
  langsung dengan kekayaan. Uang adalah bagian dari "segala sesuatu"
  yang telah disediakan Allah bagi kita.

  Kedewasaan Finansial

  Salah satu tolok ukur kehidupan rohani kita adalah kedewasaan dalam
  hubungannya dengan uang. Yesus berkata, "Orang yang bisa dipercayai
  dalam hal-hal kecil, bisa dipercayai juga dalam hal-hal besar. ....
  Jadi, kalau mengenai kekayaan dunia ini kalian sudah tidak dapat
  dipercayai, siapa mau mempercayakan kepadamu kekayaan rohani?"
  (Lukas 16:10-11, BIS) Perkara-perkara kecil adalah harta kekayaan,
  harta yang sesungguhnya adalah hal-hal yang bernilai kekal. Walaupun
  materi adalah pemeliharaan Allah bagi kita dan harus dinikmati dan
  dimanfaatkan dengan ucapan syukur, tetapi materi tidak memiliki
  nilai tetap dan akan berlalu. Alam semesta dalam bentuknya saat ini
  adalah sebuah arena sementara bagi penyataan Allah. Jadi uang tidak
  memiliki nilai kekal maupun nilai dasar, tetapi hanya merupakan
  sebuah alat.

  Iblis menggunakan uang dan kekayaan untuk menimbulkan ketamakan, iri
  hati, egoisme, cemburu, kesombongan, dan penyembahan berhala.
  Sebaliknya, Allah menggunakan kekayaan untuk menunjukkan kasih dan
  pemeliharaan-Nya yang berlimpah bagi kita. Ia ingin agar kita
  menggunakan uang untuk membawa kita kepada kedewasaan, yaitu untuk
  menyempurnakan kita dalam kasih, kemurahan hati, kerajinan,
  pengendalian diri, disiplin rasa syukur, dan sifat-sifat rohani
  lain.

  Allah ingin melihat pada kedewasaan, pertumbuhan, dan kemajuan kita
  dalam "mencapai ... tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
  Kristus." (Efesus 4:13) Seperti pada segi lain dari kehidupan, Allah
  tertarik akan apa yang terjadi di dalam diri kita. Ia lebih tertarik
  pada siapa kita daripada apa yang kita lakukan: "Manusia melihat apa
  yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7) Jadi
  Dia lebih tertarik dengan bagaimana dampak proses penggunaan uang
  pada kita daripada apa yang kita lakukan dengan uang.

  Dalam kaitannya dengan uang, Paulus ingin agar orang-orang Korintus
  juga "kaya dalam pelayanan kasih ini" (2 Korintus 8:7). Pusat
  perhatian kita cenderung kepada berapa banyak uang yang kita
  berikan. Dengan mudah kita lupa bahwa Allah tidak tertarik untuk
  mencari uang, tetapi membawa anak-anak-Nya kepada kedewasaan. Ia
  tertarik pada menjadi apa kita nanti.

  Kebudayaan

  Sebagai orang-orang Kristen, kita memiliki tanggapan yang
  berbeda-beda terhadap kebudayaan masyarakat di sekitar kita.
  Sebenarnya tanggapan kita terhadap kebudayaan kita itu akan
  menentukan keefektifan kesaksian kita. Agar kesaksian kita itu tetap
  tulus, kita harus memperlihatkan "kepribadian yang sama sekali baru"
  seperti yang dikatakan Roma 12:2a, "Janganlah kamu menjadi serupa
  dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu". Pada
  saat yang sama kita harus menjaga kepribadian yang baru itu agar
  selalu tampak di dalam diri kita.

  Mari kita melihat sekilas tentang bagaimana tanggapan orang-orang
  Kristen terhadap kebudayaan, khususnya yang berkenaan dengan masalah
  ekonomi.

  1. Penolakan.

     Sering orang tidak mau ikut campur dalam kehidupan ekonomi dalam
     kebudayaan itu. Ini dapat menimbulkan penarikan dan isolasi diri
     yang mengakibatkan kita menjadi terasing dari masyarakat. Sejarah
     membuktikan hal ini dengan kehidupan para biarawan dan
     kelompok-kelompok persekutuan Kristen. Tanggapan ini tidak hanya
     menimbulkan konsekuensi yang serius terhadap masalah ekonomi,
     tetapi juga membuahkan dampak negatif di dalam berbagai bidang
     kehidupan.

     Dalam abad ke-20 hal ini terlihat sebagai hal yang tidak
     produktif, baik waktu bersekolah (nilainya biasa-biasa saja),
     maupun di dalam pekerjaan (kerja seenaknya), hidup seenaknya, dan
     tidak mau melayani dengan sungguh-sungguh karena mereka hanya
     tertarik pada hal-hal yang "rohani". Mereka yang menanggapi
     kebudayaan secara demikian telah mengabaikan teladan-teladan
     Alkitab tentang kerajinan dan teguran, seperti perintah Paulus:
     "Taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan
     dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus ...
     dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang
     melayani Tuhan dan bukan manusia." (Efesus 6:5-7) Bahkan para
     majikan dan pengusaha sering mencari jalan semudah mungkin dengan
     keterlibatan sesedikit mungkin.

     Sebagai perbandingan, kita melihat Hizkia, yang "dalam setiap
     usaha yang dimulainya ..., ia mencari Allahnya. Semuanya
     dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya
     berhasil." (2 Tawarikh 31:21) Paulus melanjutkan hal ini di dalam
     1 Korintus 10:31, "Jika engkau melakukan sesuatu yang lain,
     lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah," dan dalam Kolose
     3:22-24, "Dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." Ia
     melanjutkan, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
     segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia....
     Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya."

     Apabila kita tidak menyumbangkan sesuatu bagi ekonomi kita dan
     tidak mau terlibat di dalam struktur modalnya, kita kehilangan
     hak dan kesempatan untuk memengaruhi arah masyarakat. Kita harus
     mau menerima tanggung jawab jika kita ingin menikmati hak-hak
     istimewa dalam sistem itu.

  2. Penerimaan sepenuhnya, yang melibatkan identifikasi secara
     menyeluruh dengan dunia di sekitar kita.

     Hal ini jelas bertentangan dengan doa Yesus bahwa kita memang
     berada di dunia, tetapi tidak disamakan dengan dunia (Yohanes
     17). Paulus mengatakan, "Jangan hidup lagi sama seperti
     orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang
     sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan
     dengan Allah." (Efesus 4:17-18) Sebaliknya, "hiduplah sesuai
     dengan kedudukanmu sebagai orang yang sudah dipanggil oleh Allah"
     dan "[j]angan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna
     yang dilakukan oleh orang-orang yang hidup dalam kegelapan."
     (Efesus 4:1b; 5:11a, BIS).

     Jika orang Kristen mengambil tanggapan seperti ini terhadap
     kebudayaan, maka tidak ada perbedaan yang radikal antara gaya
     hidup kita dengan dunia. Tanggapan ini menghilangkan pengasingan
     diri sebagai akibat dari penolakan, tetapi dampak keberadaannya
     di dunia ini menjadi kecil. Jika orang Kristen memilih untuk
     menyesuaikan diri dengan dunia, maka mereka tidak mungkin menjadi
     garam dan terang.

  3. Penyesuaian yang setengah-setengah.

     Maksudnya ialah dengan mengikuti ajaran Alkitab di dalam
     lingkungan rohani, tetapi menyesuaikan diri kepada
     patokan-patokan kebudayaan di bidang ekonomi. Pendekatan ini
     menghasilkan orang-orang Kristen yang baik pada hari Minggu,
     tetapi pada hari lain tidak tampak perbedaan penting dengan
     masyarakat sekitarnya.

     Contoh untuk ini ialah pengusaha yang merasa bahwa ia harus
     mengompromikan patokan-patokannya supaya berhasil. Penyesuaian
     setengah-setengah adalah tanggapan yang paling tidak taat --
     karena hal itu berarti mengetahui apa yang benar, namun tidak
     menerapkannya.

     Orang-orang Kristen yang dengan sengaja mengompromikan
     keyakinan-keyakinan mereka adalah orang Kristen yang paling tidak
     mencerminkan Kristus; hal itu akan mengakibatkan hancurnya
     kepercayaan orang kepada kita dan memudarkan kesaksian kita.

  Ketiga pendekatan terhadap kebudayaan ini tidaklah cocok.

  Tanggapan yang benar seharusnya adalah peran serta secara kritis.

  Tanggapan ini meliputi keterlibatan di dalam masyarakat dan ekonomi
  kita, termasuk struktur modalnya, namun tetap memperlihatkan
  perbedaan yang mencolok sebagai bukti bahwa kita memunyai kerangka
  kerja sesuai dengan prinsip-prinsip Kristen.

  Peran serta kita di dalam apa yang baik memberi kita hak untuk
  memberi kritik dan koreksi terhadap hal-hal yang buruk. Peran serta
  itu memberi kita kredibilitas, penerimaan, dan keakraban. Kegiatan
  ekonomi kita memberi kita kesempatan yang unik untuk memperlihatkan
  dan menekankan pesan kristiani.

  Hubungan kita dengan uang dapat merupakan sebuah demonstrasi akan
  kasih karunia Allah dan kehidupan ekonomi kita dapat menjadi satu
  alat pelayanan kepada orang lain, juga satu pelayanan bagi Kerajaan
  Allah.

  Diambil dari:
  Judul buku: Harta dan Hikmat
  Judul artikel: Kekayaan dan Kedewasaan
  Penulis: Jake Barnett
  Penerjemah: C. Th. Enni Sasanti, SP
  Penerbit: Kalam Hidup, Bandung
  Halaman: 19 -- 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar